Oleh: Dr. Yudi
MEDAN, Edisipost.com (12/09/2025)
Malam ini menjadi momen bersejarah bagi masyarakat Tegal, khususnya kota kecil Slawi, ketika Persekat Tegal dijadwalkan menghadapi PSMS Medan dalam laga pembuka Liga 2 Indonesia 2025, yang digelar di Stadion Utama Universitas Sumatera Utara (USU), pukul 19.00 WIB.
Laga ini bukan sekadar pertandingan sepak bola. Ini adalah pertemuan dua dunia: semangat kota kecil yang membara melawan warisan besar sepak bola nasional.
“Slawi Kecil, Mimpi Besar”
Persekat Tegal, yang dijuluki Laskar Ki Gede Sebayu, datang membawa semangat dan mimpi dari kota kecil Slawi, Kabupaten Tegal. Meski berasal dari daerah yang dikenal lebih karena warteg ketimbang stadion megah, Persekat hadir dengan mental petarung dan keyakinan kuat bahwa mimpi tidak mengenal ukuran kota.
Di balik mereka, berdiri kokoh Sekaterz, suporter fanatik yang tak pernah lelah mendampingi timnya. Suara mereka bukan hanya teriakan semangat, tapi juga gema mimpi masyarakat kecil yang ingin didengar di panggung nasional.
“PSMS Medan, Warisan dan Kekuatan Tradisi”
Di sisi lain lapangan, PSMS Medan, tim berjuluk Ayam Kinantan, membawa sejarah panjang dan reputasi sebagai salah satu kekuatan klasik sepak bola Indonesia. Enam gelar juara nasional dan pengalaman internasional membuat nama PSMS selalu disegani.
Klub ini tidak hanya membawa pemain, tapi juga membawa identitas kota Medan besar, kuat, dan penuh gairah sepak bola. Malam ini, mereka bermain di kandang sendiri, di stadion yang baru direnovasi dan disesaki ribuan pendukung setia.
“Prediksi Filosofis: Bola Itu Bulat”
“Sepak bola mengajarkan filosofi sederhana namun mendalam: ‘Bola itu bulat.’”
Demikian disampaikan Dr. Yudi, seorang pengamat sepak bola nasional sekaligus Warteg Asli (Warga Tegal Asli).
“Nama besar tidak selalu jadi jaminan kemenangan. Kami memang dari kota kecil, anggaran kami mungkin kecil, tapi tekad pemain kami tidak kecil. Saya yakin jika Persekat bermain sesuai dengan game plan dari Coach Putu Gede yang notabene pernah menukangi PSMS kami bisa menang. Sekali lagi, bola itu bulat, bung!”
Dengan penuh semangat, Dr. Yudi menegaskan:
“Jangan takut kalimat ini, Medan bung!”
Dan menjawabnya lebih lantang:
“INI WARTEG BUNG!”
“Warteg Semesta Turut Mendoakan”
Tegal dikenal sebagai tanah kelahiran Warteg (Warung Tegal) yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Warteg bukan sekadar tempat makan murah ia adalah simbol kerja keras, kesederhanaan, dan semangat pantang menyerah.
Malam ini, bukan hanya Sekaterz yang bersuara dari tribun, tapi seakan seluruh “Warteg Semesta” ikut berdoa. Dari pemilik warteg di sudut kota besar hingga pelanggan yang menyendok nasi rames di desa-desa pelosok, semua menyatukan harapan:
“Semoga Persekat mampu mengejutkan dunia. Semoga dari stadion megah di Medan, nama kecil Slawi menggema ke seluruh Indonesia.”
“Lebih dari Sekadar Pertandingan”
Laga Persekat Tegal vs PSMS Medan bukan sekadar laga Liga 2. Ia adalah pertemuan antara mimpi dan sejarah, antara keyakinan dan pengalaman. Suara tribun akan bersahut-sahutan. Emosi akan membuncah. Tapi di atas semuanya, inilah pesta sepak bola Indonesia.
Apapun hasilnya nanti menang, kalah, atau seri malam ini milik semua pecinta sepak bola. Karena di lapangan hijau, yang diperjuangkan bukan hanya kemenangan, tapi juga harga diri, semangat, dan harapan.
Dan ketika peluit panjang dibunyikan, siapa pun pemenangnya, satu hal pasti:
“Bola itu bulat, dan malam ini Slawi telah membuktikan bahwa mimpi dari kota kecil pun layak untuk diperhitungkan.”
Bismillahirrahmanirrahim. Nyuwun pandongane sedoyo…





